November 2015 merupakan bulan bersejarah
bagi saya. Karena mulai bulan ini saya sudah tidak lagi menyandang sebagai Ibu
Bekerja. Keputusan ini tentu saja tidak semata-mata saya ambil dengan hanya
berpikir satu atau dua bulan. Tidak tanggung-tanggung hal dengan konsekuensi
cukup besar ini, khususnya untuk perekonomian keluarga sudah saya pikirkan
hampir 1,5 tahun lalu. Saya sangat menyadari bahwa keputusan –keputusan seperti
ini akan berimbas kebanyak pihak. Mulai dari keluarga kecil dan tentu saja
keluarga besar saya. Resiko yang diambil tentu saja cukup berat, pertimbangan
materi pastilah menjadi yang utama. Menyadari bahwa memiliki orangtua yang
tidak lagi produktif tentu saja ini bukan pilihan yang mudah. Tanggungjawab
sebagai anak pertama sudah mulai saya emban secara utuh. Kini berganti saya yang
harus menjamin kehidupan orangtua saya. Kalau untuk keluarga kecil saya sih
dari suami sudah cukup (Alhamdulillah). Lalu kenapa resign?
Selama 1,5 tahun ini banyak hal-hal
yang saya pikirkan terutama menyangkut peran saya sebagai seorang Ibu. Kebersamaan
dengan Naeema, mengurus rumah tangga, menjadi istri, menjalankan hobi sebagai
blogger dan niat wirausaha. Belum lagi banyak hal lain yang saya tidak bisa
lakukan karena keterbatasan waktu. Secara materi mungkin tidak sebesar yang
saya dapat jika bekerja kantoran, belum lagi benefit lainnya yang sungguh bikin
nyaman ditengah hidup yang apa-apa sulit ini. Salahkan saja Rene Suhardono,
semenjak saya membaca buku Your Job Is Not Your Career, hal-hal ini semakin
merajalela dipikiran saya. Tak lekang dengan kesibukan dan segala jenis
improvisasi yang berhubungan dengan ke HRD-an tidak membuat saya lupa akan
ketertarikan saya dengan dunia digital.
Apalagi semakin Naeema besar
semakin sedikit waktu yang tersisa. Naeema perlu perhatian cukup banyak apalagi
menjelang masuk sekolah dasar. Kami berdua perlu waktu cukup banyak untuk bisa
menghabiskan waktu sebagai Ibu & Anak. Kalau diingat-ingat, semenjak Naeema
lahir sampai dengan sekarang, saya hanya menghabiskan waktu 4 bulan full untuk
mengurus dia. Selebihnya sampai dengan sekarang, Naeema seringkali kalah dengan
kegiatan saya yang lainnya (urusan kantor dan kegiatan lain yang seringkali
saya curi di sela-sela libur). Hal ini yang kemudian membuat saya tidak
sependapat bahwa pekerjaan dan keluarga bisa dijalani dengan seimbang. Padahal
tidak, buktinya kepentingan perusahaan selalu diatas segala-galanya kepentingan
keluarga. Coba angkat tangan yang setuju......
Diusia Naeema yang sudah akan
menginjak usia 6 tahun, rasanya sudah pas kalau memiliki adik lagi. Semenjak 2
tahun saya doktrin bahwa enen nya punya adik bayi, diperut unda ada adik bayi
jadi tidak boleh digendong sama unda, tapi nyatanya sampai dengan hari ini adik
bayi masih jadi bayi masih sebatas impian saja. Mengingat dari pengalaman waktu
hamil Naeema dulu, setelah 3 bulan saya tidak bekerja dan hanya ambil kerjaan freelance
tanpa disangka dan ditengah keputusasaan saya akhirnya mengandung Naeema.
Kemudian saya berpikir, mungkin ini harus dilakukan lagi. Mungkin dengan demikian Allah akan kasih saya kesempatan lagi.
Lalu kenapa dari HRD kepingin jualan?.
Well, bukankah salah satu kegiatan HRD adalah memasarkan perusahaannya kepada
pencari kerja?. Jadi saya pun melakukan juga yang namanya aktivitas “jualan”
itu tadi. Sebagai HRD khususnya recruiter kita juga harus mencari cara Bagaimana
membuat orang mengetahui tentang kantor tempat kita bekerja dan yakin bahwa
perusahaan kita adalah tempat yang tepat untuk berkarir. Selain itu saya juga
sering nyambi-nyambi jualan kerudung, kalung dan yang lainnya, yang membuat
saya puas dikala dagangan itu laku terjual habis. Jadi dalam keseharian saya
sales itu sudah melekat tanpa disadari.
Katakan saja ini Life Calling, panggilan jiwa yang
membuat saya tidak lagi takut akan kekurangan, suatu titik dimana saya tidak
lagi memikirkan tentang materi. Tidak peduli akan dunia kantoran, dan semakin percaya
saja kalau Allah akan cukupkan.
Sampai suatu hari saya berpikir bahwa Naeema
lebih membutuhkan saya dibanding orang-orang dikantor. Bahwa suami saya butuh
iklas dan ketundukan saya untuk membuka pintu rejeki yang lain. Jika suami saya
bisa berkorban dengan berkantor yang begitu jauh dengan tempat tinggal, mungkin
ini saatnya saya berkorban untuk menjadi Qurota’ayun baginya.
Proses pemikiran panjang yang begits
pikiran saya tapi kemudian seperti ada kekuatan yang mengajak saya melangkah
maju kedepan diiringi dengan keridhaan mama yang menerima anaknya yang sarjana
ini menjadi hanya ibu rumah tangga saja. Ditambah dukungan dari orang-orang
positif yang berada di sekitar saya maka saya memutuskan untuk hanya bekerja
dari rumah mencari pintu rejeki dengan bekerja secara independent salah satunya
dengan usaha online shop yang saya jalani sekarang “Rumah Naeema”. Dan merintis career kembali sebagai freelancer. Mungkin dengan demikian saya menemukan My Jobs is My Career.
Doakan saya istiqomah dalam
menjalani hari-hari saya selanjutnya. Semoga karir yang saya pilih ini penuh
dengan berkah dan ridho Nya.
Karier merupakan totalitas kehidupan profesional sejak mata
terbuka pada pagi hari hingga kembali terlelap tidur. Tidak semata terkait
dengan cara-cara memperoleh penghidupan, karier berhubungan erat dengan passion, tujuan
hidup, values, dan
motivasi dalam berkarya untuk memberikan kontribusi kepada lingkungan
(keluarga, perusahaan, negara, mahluk lain dan alam semesta). Tujuan karier
tidak lain adalah kebahagiaan dan ketercapaian. Dan cara yang paling tepat
yaitu apabila karier Anda dikendalikan oleh passion Anda. Your
career is yours. Your
career is you. -Rene Suhardono-
Dan kini saya berjalan menapaki karir saya, menjadi ibu rumah
tangga yang produktif. Bismillah....
Labels: Around & Personal, Women & Motherhood